Nama : Estu Pujianto
NPM/Kelas : 2A213008 / 4EB25
Cara Mengatasi Defisit Anggaran Berjalan
Untuk
pertama kalinya sejak tahun 1960 an pada kuartal kedua tahun 2013 Indonesia
mengalami defisit neraca perdagangan. Defisit neraca perdagangan pada kuartal
kedua tahun 2013 sebesar USD 709 juta, meskipun pada kuartal ketiga 2013 trade
balance sudah menunjukan trend positif namun masih dalam posisi yang cukup
rentan. Kondisi ini tentunya perlu mendapatkan perhatian serius dari seluruh
stakeholder karena jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak yang
tidak menguntungkan bagi perekonomian secara keseluruhan. Trade defisit terjadi
karena pada suatu periode tertentu nilai impor lebih besar dari nilai ekspor,
dengan demikian untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan melalui upaya
pengendalian impor dan peningkatan ekspor. Salah satu upaya yang dilaksanakan
pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut, adalah melalui kebijakan pendapatan
negara .
Dalam
rangka pengendalian impor, dalam prespektif jangka pendek menengah, pemerintah
antara lain telah mengeluarkan kebijakan peningkatan tarif PPh Pasal 22 impor untuk
barang tertentu dari 2,5% menjadi 7,5%. Tujuan kebijakan ini adalah untuk
membantu mengurangi defisit neraca perdagangan yaitu dengan cara mengendalikan
impor barang. Barang-barang tertentu yang dipilih diharapkan tidak mengganggu
kebutuhan impor bagi industri dalam negeri, dalam hal ini karena barang-barang
tersebut adalah barang konsumsi akhir, bukan barang bahan baku/penolong dan
juga dipilih yang mempunyai dampak kecil terhadap pembentukan inflasi. Sebagai
contoh makanan tidak dipilih sebagai barang yang dinaikan PPh 22 impornya.
Lebih lanjut, kenaikan PPh Pasal 22 pada dasarnya tidak akan menambah beban
pajak atau PPh terutang pengusaha, tetapi hanya akan berdampak kepada cash
flow perusahaan, karena PPh Pasal 22 yang dibayar merupakan pembayaran pajak
dimuka sehingga dapat dikurangkan dari pajak penghasilan terutang pada akhir
tahun. Namun demikian, dengan meningkatnya beban cash flow, maka
perusahaan atau pengusaha akan menyesuaikan volume pemberian barang yang akan
diimpor dengan kemampuan cash flownya. Dan pada akhirnya diharapkan
impor secara keseluruhan dapat dikendalikan. Selain itu, pemerintah juga segera
akan mengeluarkan kebijakan
peningkatan tarif PPnBM barang mewah yaitu kendaraan bermotor mewah.
Kebijakan ini pada dasarnya diluncurkan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat
terhadap barang-barang mewah dan dampak lanjutannnya adalah mengendalikan impor
karena barang-barang mewah tersebut sebagian besar merupakan barang yang belum
diproduksi di dalam negeri.
Sementara
itu, dalam perspektif jangka menengah-panjang, untuk mengendalikan impor, di
sisi kebijakan pendapatan negara, pemerintah memberikan fasilitas tax
allowance bagi industri tertentu serta daerah tertentu dan tax holiday bagi
industri pioner. Kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu untuk melakukan
perubahan struktural (structural change) industri dalam negeri yaitu
dengan memilih industri dalam negeri yang menghasilkan produk bahan baku
penolong yang selama ini masih diimpor (import-substituion intermediate goods)
sebagai industri yang diprioritaskan berhak mendapatkan kedua fasilitas ini.
Peningkatan jumlah industri yang menghasilkan import-substituion
intermediate goods diharapkan dapat membantu pengendalian defisit neraca
perdagangan. Hal ini terutama karena dalam beberapa tahun terakhir kurang lebih
70 persen dari total impor adalah impor atas bahan baku/penolong. Dengan
demikian, apabila produk yang selama ini diimpor dapat dihasilkan atau
disubstitusi oleh industri dalam negeri maka impor akan terkendali. Lebih dari itu,
hal ini akan mengurangi ketergantungan industri dalam negeri akan bahan baku
impor.
Di
sisi lain, untuk ikut mendorong peningkatan ekspor, kebijakan pendapatan negara
yang dilaksanakan antara lain adalah dengan mempermudah aturan terkait
fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE). KITE merupakan kebijakan
pembebasan Bea Masuk bahan baku/penolong bagi perusahaan KITE selama bahan
tersebut digunakan untuk menghasilkan produk yang di ekspor. Relaksasi atau
tambahan kemudahan dalam kerangka KITE adalah PPN atas barang yang di impor
untuk diolah menjadi barang yang diekspor tidak dipungut, dimana jika dalam
aturan sebelumnya perusahaan harus membayar terlebih dahulu PPN impor nya baru
kemudian dapat direstitusi jika dilakukan ekspor, saat ini dipermudah bahwa
perusahaan KITE tidak perlu membayar PPN impor atas barang yang diimpor selama
digunakan untuk menghasilkan barang yang di ekspor, dalam hal ini mengurangi
beban administrasi.
Dalam
perspektif jangka menengah panjang, selain untuk mendorong tumbuhnya industri
yang menghasilkan bahan baku/penolong, salah satu fasilitas yang diberikan
dalam kerangka tax allowance adalah memberikan tambahan perpanjangan
pembebanan kerugian selama 2 tahun bagi perusahaan yang memenuhi syarat
mendapatkan tax allowance yang mengekspor minimal
30 persen dari total produksinya dalam satu tahun. Kebijakan ini
diharapkan dapat mendorong tumbuhnya industri yang berorientasi ekspor.
Secara
umum , kebijakan pendapatan negara baik dalam perspektif jangka pendek,
menengah maupun panjang telah mengarah pada upaya ikut memperbaiki kondisi
neraca transaksi berjalan khususnya neraca perdagangan. Namun demikian,
berdasarkan survey persepsi yang telah banyak dilakukan membuktikan bahwa
permasalahan perpajakan atau kebijakan pendapatan negara di Indonesia bukan
merupakan faktor utama yang mendorong pelaku usaha untuk melakukan investasi
atau mengembangkan usahanya. Dengan demikian, kebijakan pendapatan negara saja,
tidak akan cukup untuk mengatasi defisit transkasi berjalan jika tanpa dukungan
dari stakeholder terkait secara keseluruhan.
Sumber
:
Pusat Kebijakan Pendapatan Negara
Badan Kebijakan Fiskal