I.
Teori Perubahan Sosial
Kecenderungan
terjadinya perubahan-perubahan social merupakan gejala yang wajar yang timbul
dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial
akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan
antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan
dalam unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan.
Perubahan-perubahan
tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis.
Adapun teori-teori yang menjelaskan mengenai perubahan sosial adalah sebagai
berikut.
1. Teori Evolusi (Evolution Theory)
Teori
ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang memerlukan proses yang cukup
panjang. Dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui
untuk mencapai perubahan yang diinginkan.
Ada
bermacam-macam teori tentang evolusi. Teori tersebut digolongkan ke dalam
beberapa kategori, yaitu unilinear theories of evolution, universal theories of
evolution, dan multilined theories of evolution.
a.
Unilinear Theories of Evolution
Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk
kebudayaannya akan mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan
tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya
sempurna. Pelopor teori ini antara lain Auguste Comte dan Herbert Spencer.
b. Universal Theories of Evolution
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak
perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah
mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Menurut Herbert Spencer, prinsip teori
ini adalah bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen
menjadi kelompok yang heterogen.
c. Multilined Theories of Evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap
tahaptahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan
penelitian tentang perubahan sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke
sistem pertanian menetap dengan menggunakan pemupukan dan pengairan.
2. Teori Konflik (Conflict Theory)
Menurut
pandangan teori ini, pertentangan atau konflik bermula dari pertikaian kelas
antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan dengan kelompok yang
tertindas secara materiil, sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori
ini memiliki prinsip bahwa konflik sosial dan perubahan sosial selalu melekat
pada struktur masyarakat.
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang
konstan atau tetap adalah konflik sosial, bukan perubahan sosial. Karena
perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut. Karena
konflik berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya. Dua
tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl
Marx dan Ralf Dahrendorf.
Secara lebih rinci, pandangan Teori
Konflik lebih menitikberatkan pada hal berikut ini.
a. Setiap masyarakat terus-menerus
berubah.
b. Setiap komponen masyarakat
biasanya menunjang perubahan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya berada
dalam ketegangan dan konflik.
d. Kestabilan
sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang satu oleh golongan
yang lainnya.
3. Teori Fungsionalis (Functionalist
Theory)
Konsep
yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya). Konsep
ini mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak
lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut
teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat
sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur
tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara
perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial atau
cultural lag.
Para
penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu
yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu
hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti
pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila
perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional dan
akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti disfungsional atau
tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah William
Ogburn.
Secara lebih ringkas, pandangan
Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat relatif
bersifat stabil.
b. Setiap komponen masyarakat
biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya
relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial sangat
tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan anggota kelompok
masyarakat.
4. Teori Siklis (Cyclical Theory)
Teori
ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan
sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap masyarakat
terdapat perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini
kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan social merupakan hal
yang wajar dan tidak dapat dihindari.
II.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan
Sosial
Perubahan
sosial budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
itu terdiri dari faktor pendorong dan penghambat yang dapat berasal dari dalam
maupun luar masyarakat. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat.
1.
Kontak Dengan Kebudayaan Lain
Perubahan
sosial dan budaya akan berjalan dengan cepat apabila masyarakat sering
melakukan kontak dengan kebudayaan lain. Salah satu proses yang mempercepat
kontak dengan kebudayaan lain adalah proses difusi. Dengan terjadinya difusi,
suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan
disebarkan pada masyarakat luas sampai semua masyarakat dapat menikmati
kegunaannya. Selain difusi, proses yang mempercepat kontak sosial juga dapat
terjadi karena akulturasi, namun akulturasi bersifat continue dan
memerlukan hubungan dekat.
2.
Sistem Pendidikan Formal Yang Lebih
Maju
Pendidikan formal sangat penting, karena dengan pendidikan
formal masyarakat akan mendapatkan nilai-nilai tertentu untuk menerima hal-hal
baru dan berpikir lebih rasional dan ilmiah serta cara pandang terhadap masalah
yang lebih obyektif.
3.
Toleransi
Masyarakat yang memiliki sikap toleransi cenderung akan
mudah menerima hal-hal yang baru, sehingga proses perubahan sosial budaya akan
berjalan lebih cepat karena masyarakat sangat toleran dengan perilaku
menyimpang. Dalam hal ini dapat berupa penyimpangan positif maupun negatif.
4. 4. 4. Sistem Stratifikasi Terbuka
Dengan sistem
stratifikasi terbuka maka hal itu akan memberikan kesempatan adanya gerak
sosial vertikal dan peluang yang luas bagi individu untuk meningkatkan diri
untuk maju dan berusaha menaikkan status sosial dalam masyarakat.
5.5. 5. Penduduk yang Heterogen
Dalam masyarakat heterogen yang memiliki latar kebudayaan,
ras dan ideologi yang berbeda akan mudah dan sering terjadi pertentangan yang
akan memicu terjadinya perubahan tersebut.
6. Ketidakpuasan Masyarakat Terhadap
Berbagai Bidang Kehidupan
Ketidakpuasan ini, baik dalam sistem kemasyarakatan, ekonomi
dan keamanan akan mendorong masyarakat melakukan perubahan sistem yang ada
dengan cara menciptakan sistem baru agar sesuai dengan kebutuhan.
7. Orientasi Masa Depan
Seseorang dalam masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa
masa yang akan datang berbeda dengan masa sekarang sehingga masyarakat berusaha
menyesuaikan diri baik yang sesuai keinginannya. Untuk itu masyarakat umumnya
berusaha melakukan perubahan-perubahan agar dapat menerima masa depan.
8.
Sikap Menghargai Hasil Karya
Seseorang dan Keinginan Untuk Maju
9 9.
Pandangan dan Nilai Bahwa Manusia
Harus Senantiasa Berusaha Untuk Memperbaiki Dirinya