Jumat, 08 November 2013

Tulisan 1



Nama                             : Estu Pujianto
NPM / Kelas                  : 2A213008/4EB25



Tulisan 1

Good Corporate Governance

            Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat.
            Salah satu contoh akibat dari praktik bisnis yang tidak etis adalah krisis ekonomi yang menimpa Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, seperti: Thailand, Korea Selatan, Hongkong dan Malaysia. Tidak sulit untuk mencari penyebab utama krisis dan mega skandal tersebut. Semua itu terjadi karena perilaku tidak etis bahkan cenderung kriminal yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang memang dimungkinkan karena kekuatan mereka yang sangat besar disatu sisi, dan tidak berdayanya aparat pemerintah dalam menegakkan hukum dan pengawasan atas perilaku pelaku bisnis ini.
            Pada intinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal ini dapat ditunjukkan pada beberapa fakta berikut :
1.      Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena tidak adanya alat kendali yang efektif.
2.      Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan. Hal ini dimungkinkan karena para konglomerat itu sekaligus juga menjadi pemilik bank-bank swasta ternama.
3.      Banyaknya direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk di bank-bank pemerintah juga tidak independen. Dalam mengambil berbagai kebijakan selalu ada campur tangan dari oknum pejabat pemeritahan.
4.      Para komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang profesional, melainkan oknum-oknum birokrasi yang telah memasuki usia pensiun.
5.      Banyaknya profesi yang terkait dengan kegiatan bisnis ini.
6.      Pada saat timbul krisis moneter, Bank Indonesia mengucurkan dana berupa bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pengertian GCG
            Walaupun istilah GCG dewasa ini sudah sangat populer, namun sampai saat ini belum ada definisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Istilah “Corporate Governance” pertama kali diperkenankan oleh Cadbury Committee, Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (dalam sukrisno Agoes 2006). Istilah ini sekarang menjadi sangat populer dan telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak.
1.                  Cadbury Committee of United Kingdom
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan mengendalikan perusahaan.”

2.                  Forum for Corporate Governance in Indonesia – FCGI (2006)
Tidak membuat definisi tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of United Kingdom, yang bila diterjemahkan adalah: “...Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerntah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Prinsip-Prinsip GCG
Secara ringkas, prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai berikut :
1.      Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness)
2.      Transparansi (transparency)
3.      Akuntabilitas (accountability)
4.      Responsibilitas (responsibility)

Manfaat GCG
Salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia adalah buruknya kinerja perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar merupakan perusahaan publik yang telah terdaftar di bursa. Buruknya kinerja ini disebabkan oleh berbagai praktik kecurangan yang dilakukan oleh para eksekutif perusahaan tersebut.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatak bahwa tujuan dan manfaat dari penerapan GCG adalah :
1.      Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
2.      Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.
3.     Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari pemangku kepentingan terhadap perusahaan.
5.      Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.


Sumber:
Agoes,Sukrisno.2005. Peranan Internal Audit Department, Enterprise Risk, dan Good Corporate Governance, terhadap Pencegahan Fraud dan Implikasinya Kepada Peningkatan Mutu Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Akuntasni Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara, Jakarta: Salemba Empat
Ardana, I Cenik. 2006. Meditasi dan Pengembanagn Pendidikan Tinggi Akuntansi Berbasis Physical, Intellectual, Emotional, Spriritual Queotient (PIESQ). Jurnal Akuntansi Universitas Tarumannegara. Jakarta
Barten, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius

Etika Dalam Kantor Akuntan Publik


Nama                             : Estu Pujianto
NPM / Kelas                 : 2A213008/4EB25

TUGAS 7

Etika Dalam Kantor Akuntan Publik

Aturan Etika dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) yakni Independensi, Integritas, dan Obyektivitas, Standar umum dan prinsip akuntansi, Tanggung jawab kepada klien, Tanggung jawab kepada rekan seprofesi, Tanggung jawab dan praktik lain, sangatlah penting untuk dipahami dan ditaati oleh setiap anggota KAP agar dapat menjadi seorang akuntan publik yang profesional. Dan Seorang akuntan publik juga memiliki tanggung jawab lain yang harus dilakukan selain tanggung jawabnya kepada Klien, rekan seprofesi, dan tanggung jawab lainnya yakni tanggung jawab sosial yang berupa pemberian pelayanan yang baik kepada publik dan memperhatikan rekan seprofesi dengan tidak hanya mencari keuntungan diri sendiri.
Ada lima aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Lima aturan etika itu adalah:
1.      Indepedensi, integritas, dan
2.      Standart umum dan prinsip akuntansi
3.      Tanggung jawab kepada klien
4.      Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
5.      Tanggung jawab dan praktik lain

Etika Bisnis Akuntan Publik
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya  telah membuktikan  bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan.
Baru-baru ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.  Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.  Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Agoes,Sukrisno.2005. Peranan Internal Audit Department, Enterprise Risk, dan Good Corporate Governance, terhadap Pencegahan Fraud dan Implikasinya Kepada Peningkatan Mutu Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Akuntasni Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara, Jakarta: Salemba Empat
Ardana, I Cenik. 2006. Meditasi dan Pengembanagn Pendidikan Tinggi Akuntansi Berbasis Physical, Intellectual, Emotional, Spriritual Queotient (PIESQ). Jurnal Akuntansi Universitas Tarumannegara. Jakarta
Barten, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius

Etka Dalam Auditing


Nama                             : Estu Pujianto
NPM / Kelas                  : 2A213008/4EB25

TUGAS 6

Etika Dalam Auditing


1.      KEPERCAYAAN PUBLIK
Para auditor diharapkan untuk memberikan jasa yang berkualitas, mengenalkan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang auditor harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Kepercayaan publik dapat diperoleh dengan cara memenuhi kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik.

2.      TANGGUNG JAWAB AUDITOR KEPADA PUBLIK
Profesi auditing di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.Ketergantungan antara auditor dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Justice Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan keuangan memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya.
Auditor yang indenpenden memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh terhadap para kreditur dan pemegang sahamsaja, akan tetapi berfungsi sebagai “ a public watchdog function “. Artinya , dalam menjalankan fungsi tersebut seorang auditor harus mempertahankan indenpendensinya secara keseluruhan di setiap waktu dan memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diterangkan, auditor tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada klien, akan tetapi juga memiliki tanggung jawab kepada publik. Baker dan Hayes, mengungkapkan bahwa seorang akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara akuntan publik dan klien. Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.

3.      TANGGUNG JAWAB DASAR AUDITOR
Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Tanggung jawab auditor adalah sebagai berikut:
a)      Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
b)      Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
c)      Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
d)     Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
e)      Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

4.      INDEPENDENSI AUDITOR
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi dan Puradireja, 2002: 26). Auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
a)      Independence in fact (independensi dalam fakta) : Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b)      Independence in appearance (independensi dalam penampilan) : Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c)      Independence in competence (independensi dari sudut keahliannya) : Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
 Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Hal yang dapat mempengaruhi independensi dan objektivitas seorang auditor seperti :
1)     Hubungan keuangan dengan klien
2)      Kedudukan dalam perusahaan yang diaudit
3)      Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai dan tidak konsisten
4)      Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit
5)      Hubungan keluarga dan pribadi
6)      Imbalan atas jasa professional
7)      Penerimaan barang atau jasa dari klien
8)      Pemberian barang atau jasa kepada klien.



 
Sumber :
http://maududdy.multiply.
Agoes,Sukrisno.2005. Peranan Internal Audit Department, Enterprise Risk, dan Good Corporate Governance, terhadap Pencegahan Fraud dan Implikasinya Kepada Peningkatan Mutu Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Akuntasni Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara, Jakarta: Salemba Empat
Ardana, I Cenik. 2006. Meditasi dan Pengembanagn Pendidikan Tinggi Akuntansi Berbasis Physical, Intellectual, Emotional, Spriritual Queotient (PIESQ). Jurnal Akuntansi Universitas Tarumannegara. Jakarta
Barten, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius